Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia puisi didefinisikan sebagai
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan
lirik dan bait.
Menurut Luxemburg puisi adalah teks-teks monolog yang isinya
merupakan sebuah alur.
Menurut Waluyo puisi adalah bentuk karya sastra yang merupakan
ungkapan pikiran dan perasaan sang peyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.

Penggubah karya sastra adalah penyair.
Penyair adalah orang yang bertanggung jawab atas semua yang ada dalam karya
sastranya, baik bentuk maupun isinya. Akan tetapi, didalam karya sastra itu
sendiri, penyair tidak ikut berbicara yang berbicara adalah seseorang yang
disebut dengan ‘aku’ atau ‘subjek lirik’. Hal ini karena pengarang bukanlah
berada dalam dunia karya sastra. Pengertian ini bisa juga diumpamakan seperti
pemain sandiwara. ‘Aku lirik’ atau ‘subjek lirik’ adalah pencerita di dalam
puisi.

1.
Perwajahan puisi
(tipografi)
Tipografi adalah pengaturan dan penulisan
kata, larik dan bait dalam puisi. Pada puisi konvensional, kata-katanya diatur
dalam deret yang disebut larik atau baris. Setiap satu larik tidak selalu
mencerminkan satu pernyataan. Mungkin saja satu pernyataan ditulis dalam satu
atau dua larik, bahkan bisa lebih. Larik dalam puisi tidak selalu dimulai
dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik. Kumpulan pernyataan dalam puisi
tidak membentuk paragraph, tetapi membentuk bait. Sebuah bait dalam suatu puisi
mengandung satu pokok pikiran.
Pengaturan
dalam bait-bait ini sudah berkurang atau sama sekali tidak ada pada puisi
modern atau puisi kontemporer. Bahkan dalam puisi kontemporer tipografiny bisa
membentuk sebuah gambar. Orang menyebutnya sebagai puisi konkret.
Ciri
lain dari puisi adalah tidak dipenuhi oleh kata-kata seperti halnya prosa. Tepi
kanan atau tepi kirinya belum tentu terisi oleh kata-kata puisi.
Pengaturan
baris dalam puisi sangat berpengruh terhadap pemaknaan puisi, karena menentukan
kesatuan makna, dan juga berfungsi untuk memunculkan ketaksaan makna
(ambiguitas). Perwajahan puisi juga mencerminkan maksud dan jiwa pengarangnya.
Tipografi puisi ‘Hyang’ karya Sutardji Calzoum Bachri yang berlubang-lubang,
terputus, dan meloncat-loncat mengungkapkan kekosongan, kegelisahan dan
ketidakmampuan pikiran penyair dalam mencari sang Hyang (Tuhan).
2.
Diksi
Diksi adalah kata-kata yang dipilih oleh
pengarang dalam puisinya. Karena puisi adalah karya sastra yang dengan sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, kata-katany harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata dalam puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan
bunyi, dan urutan kata. Pilihan kata sangat mempengaruhi ketepatan makna dan
keselarasan dalam bunyi.
Pemilihan kata juga berhubungan erat dengan
latar belakang penyair. Semakin luas wawasan penyair, semakin dan berbobot
kata-kata yang digunakan. Kata dalam puisi tidak hanya sekedar kata-kata yang
dihafalkan, tetapi sudah mengandung pandangan pengarang. Penyair yang religious
akan menggunakan kosa kata yang berbeda dengan penyair yang sosialis
Menurut Geoffrey ada Sembilan jenis
penyimpangan puisi yang terdapat dalam puisi yaitu:
a.
Penyimpangan leksikal
b.
Penyimpangan semantic
c.
Penyimpangan fonologis
d.
Penyimpangan morfologis
e.
Penyimpangan sintaksis
f.
Penyimpangan dialek
g.
Penyimpangan register
h.
Penyimpangan historis
i.
Penyimpangan grafologis
3.
Imaji
Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga yaitu: imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual) dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar dan merasakan seperti yang
dialami oleh penyair. Imaji berhubungan erat dengan kata kongrit.
4.
Kata konkret
Seperti yang diungkapkan diatas bahwa kat
konkret berhubungan dengan imaji. Kata-kata konkret adalah kata-kata yng dapat
ditangkap oleh indra. Dengan kata konkret maka imaji dapat muncul.
5.
Figurative language
(majas)
Majas adalah bahasa berkias yang dapat
menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Majas
menjadikan puisi lebih prismatic, artinya memancarkan banyak makna. Perrine
menyatakan bahwa majas dipandang lebih dipandang efektif dalam menyatakan
maksud sang penyair karena: 1. Majas mampu menimbulkan kesenangan imajinatif.
2. Majas adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga
yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca. 3. Majas
adlah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan
sikap penyair. 4. Majas adalah cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak
disampaikan dan cara menyampaikan sesuatuyang banyak dan luas dengan bahasa
yang singkat.
Adapun macam-macam majas yakni majas
personifikasi, simile, metafora, hiperbola, litotes, ironi, metonimia,
sinekdoke, eufimisme, repetisi, anaphora, pleonasma, antithesis, alusi,
klimaks, dan antiklimaks.
6.
Verifikasi (Rima,
ritme, dan metrum)
Verifikasi dalam puisi terdiri dari rima, ritme
dan metrum.
·
Rima
Sajak adalah persamaan bunyi pada akhir baris
puisi, sedangkan rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik diawal,
tengah,maupun akhir puisi. Adapun rima mencakup:


Yang dimaksud dengan bentuk internal disini
adalah aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang,
sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi atau kata,dan sebagainya.

Pengulangan tidak hanya terbatas pada bunyi,
namun mungkin kata-kata atau ungkapan. Pengulangan bunyi, kata dan frasa akan
menimbulkan efek intelektual dan efek magis yang murni.
·
Ritma dan metrum
Ritma merupakan tinggi-rendah, panjang-pendek,
keras-lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol jika puisi dibacakan. Ada ahli yang
menyatakan ritma sama dengan metrum. Dalam deklamasi, biasanya puisi diberi (‘)
pada suku kata bertekanan keras, dan (u) diatas suku kata yang bertekanan
lemah. Dari variasi keras lemah tersebut, dapat dibedakan ada 4 jenis metrum
yaitu:
©
Jambe. ialah tekanan
bervariasi; ada yang diberi tekanan ada yang tidak.
©
Tracheus. Tekanan
keras terdapat pada suku pertama.
©
Daktylus. Tekanan
terdapat pada awal baris, dan selanjutnya diselingi duan suku kata tidak
bertekanan.
©
Anapest. Tekanan
dimulai pada suku kata ketiga dan pada awal suku kata
tidak bertekanan.

Adapun struktur batin puisi terdiri dari empat
elemen yakni:
1.
Tema atau makna
Media puisi adalah bahasa
2.
Rasa
3.
Nada, amanat
atau tujuan
Malang, 18 Mei 2012
Sumber: Pengkajian Puisi oleh Rachmat Djoko Pradopo, Gadjah Mada University Press.
Posted by: Qoriatul Mahfudhoh Qoffal
Agen Judi Bola
BalasHapusAgen Judi Online
Agen Judi
Agen Bola
Agen Sbobet
Agen Bola Ibcbet
Agen Casino Online
Agen Terpercaya
Agen Judi Terpercaya
Agen Judi Terbaik