Minggu, 20 Mei 2012

Afrizal Malna



Nama Afrizal Malna mungkin sudah melayang dalam kancah media cetak nasional. Puluhan kali karya beliau diterbitkan dimedia komersial. Beliau adalah seorang esais, sastrawan, kurator, dan pembuat naskah teater yang berkiprah dalam dunia seni semenjak meninggalkan dunia pekerjaan bermaterinya. Gaya tutur beliau dalam bahasa puitiknya diilhami dari lingkungan kehidupan modern saat ini yang banyak menimpa kaum urban di kota-kota metropolitan. Selain itu, teori chaostik dan random juga sering mewarnai gaya bahasanya dalam menyampaikan narasi. Imajinasinya yang acak-acakan dan terkesan gaduh juga tervisual dalam puisi-puisinya. Banyak lontaran kritik yang ia sampaikan dalam tulisan-tulisan dan rangkai imajinasinya tentang degradasi budaya pada zaman posmodern saat ini. Meskipun saya belum terlalu paham dengan kajian filsafat beliau tentang dunia dan kritik sastra, namun berbekal membaca cerpen-cerpennya yang kaya dan sarat pesan moral setidaknya saya memahami gaya bahasa yang beliau gunakan dalam puisi dan cerpen-cerpennya. 

Sabtu, 19 Mei 2012

Tarian Sang Darwis


Pernah tahu tarian ini? Tarian yang dipopulerkan oleh salah seorang sufi, penyair, dan seorang ulama besar abad 11 silam yang bernama Maulana Jalaluddin Rumi. Beliau berasal dari Persia dan wafat di Konya, Turki. Tarian ini dinamakan dengan tarian darwis atau tarian sufi. Gerakannya yaitu berputar berlawanan dengan arah jarum jam selama berjam-jam sambil menghadap ke langit. Filosofisnya, tarian ini dimaksudkan untuk menyatukan hati dan jiwa dengan sang Khaliq. Karena Maulana Rumi dikenal sebagai seorang sufi yang sudah melabuhkan seluruh jiwa dan hatinya kepada Allah swt tanpa batas ruang dan waktu, akhirnya dari rasa cinta yang dalam tersebut akhirnya timbul gerakan spiritual seperti tarian para darwis di atas.



Syair Maulana Rumi



Saatnya Untuk Pulang

Malam larut, malam memulai hujan
inilah saatnya untuk kembali pulang.
Kita sudah cukup jauh mengembara
menjelajah rumah-rumah kosong.
Aku tahu: teramat menggoda untuk tinggal saja
dan bertemu orang-orang baru ini.
Aku tahu: bahkan lebih pantas
untuk menuntaskan malam di sini bersama mereka,
tapi aku hanya ingin kembali pulang.
Sudah kita lihat cukup destinasi indah
dengan isyarat dalam ucap mereka
Inilah Rumah Tuhan. Melihat
butir padi seperti perangai semut,
tanpa ingin memanennya. Biar tinggalkan saja
sapi menggembala sendiri dan kita pergi
ke sana: ke tempat semua orang sungguh menuju
ke sana: ke tempat kita leluasa melangkah telanjang.



Jumat, 18 Mei 2012

KH. A. Musthofa Bisri


Dibilang kagum, saya memang mengagumi sosok salah satu budayawan kondang yang humoris ini. Selain bapak D. Zawawi Imron yang kerap hadir di kampus UIN Malang, saya adalah pengagum berat penyair-penyair religius lainnya, dan salah satunya adalah KH. A. Musthofa Bisri ini. Mengapa? Ada sekian alasan yang bisa saya jelaskan meskipun tidak rinci.



Polygamy in Islamic and Feminism Perspectives

Funny Looking Polygamy

Polygamy is an interesting phenomenon to study from religion perspective and also from feminist’s opinion. It because almost all of feminist especially radical feminist assume that polygamy or men who have more than one wives classified as oppression to women and insulting sexual intimate. Why not? Most of feminist have a hunch that polygamy is root of awfulness and oppression of women from men. Women who had polygamy by their husband will be feel envious, ill will both to their husband and society’s judgment that the wife couldn’t keep harmonies in their family until their husband get married again with another woman. Besides that, impacts for both spouses are pressure in psychological, sexology, anthropology and from theology aspects[1].

PUISI



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia puisi didefinisikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan lirik dan bait.
Menurut Luxemburg puisi adalah teks-teks monolog yang isinya merupakan sebuah alur.
Menurut Waluyo puisi adalah bentuk karya sastra yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaan sang peyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.

Kamis, 17 Mei 2012

Lagu Tradisional

Tari Menthog-Menthog


Siapa yang tidak kenal dengan lagu tradisional 'Menthok-Menthok' yang biasanya dilantunkan bocah-bocah ketika bermain riang di halaman rumah. Lagu tradisional yang saat ini hampir tenggelam dalam arus modernisasi tersebut pada dasarnya tidak hanya memiliki nilai hiburan saja. Lebih dari itu, lagu tradisional pada umumnya memiliki nilai filosofis dan moral di dalamnya. Begitu pula dengan lagu 'menthok-menthok' yang populer di daerah Jawa Tengah ini.


Menthok-menthok adalah bahasa jawa yang berarti entok atau sejenis hewan mirip dengan bebek. Lirik lagu ini digubah dalam bahasa jawa


Menthog-menthog tak kandhani
mung rupamu angisin-isini
mbok ya aja ngetok
ana kandhang baeenak-enak ngorok
ora nyambut gawe
Menthog-menthog mung lakukmu
megal megol gawe guyu
mbok ya aja ngetok
ana kandhang bae
enak-enak ngorok
ora nyambut gawe

(Anonymous)