Jumat, 18 Mei 2012

PUISI



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia puisi didefinisikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan lirik dan bait.
Menurut Luxemburg puisi adalah teks-teks monolog yang isinya merupakan sebuah alur.
Menurut Waluyo puisi adalah bentuk karya sastra yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaan sang peyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.


*       Bentuk komunikasi puisi
Penggubah karya sastra adalah penyair. Penyair adalah orang yang bertanggung jawab atas semua yang ada dalam karya sastranya, baik bentuk maupun isinya. Akan tetapi, didalam karya sastra itu sendiri, penyair tidak ikut berbicara yang berbicara adalah seseorang yang disebut dengan ‘aku’ atau ‘subjek lirik’. Hal ini karena pengarang bukanlah berada dalam dunia karya sastra. Pengertian ini bisa juga diumpamakan seperti pemain sandiwara. ‘Aku lirik’ atau ‘subjek lirik’ adalah pencerita di dalam puisi.
*       Bentuk dan struktur fisik puisi atau metode puisi
1.    Perwajahan puisi (tipografi)
Tipografi adalah pengaturan dan penulisan kata, larik dan bait dalam puisi. Pada puisi konvensional, kata-katanya diatur dalam deret yang disebut larik atau baris. Setiap satu larik tidak selalu mencerminkan satu pernyataan. Mungkin saja satu pernyataan ditulis dalam satu atau dua larik, bahkan bisa lebih. Larik dalam puisi tidak selalu dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik. Kumpulan pernyataan dalam puisi tidak membentuk paragraph, tetapi membentuk bait. Sebuah bait dalam suatu puisi mengandung satu pokok pikiran.
      Pengaturan dalam bait-bait ini sudah berkurang atau sama sekali tidak ada pada puisi modern atau puisi kontemporer. Bahkan dalam puisi kontemporer tipografiny bisa membentuk sebuah gambar. Orang menyebutnya sebagai puisi konkret.
      Ciri lain dari puisi adalah tidak dipenuhi oleh kata-kata seperti halnya prosa. Tepi kanan atau tepi kirinya belum tentu terisi oleh kata-kata puisi.
      Pengaturan baris dalam puisi sangat berpengruh terhadap pemaknaan puisi, karena menentukan kesatuan makna, dan juga berfungsi untuk memunculkan ketaksaan makna (ambiguitas). Perwajahan puisi juga mencerminkan maksud dan jiwa pengarangnya. Tipografi puisi ‘Hyang’ karya Sutardji Calzoum Bachri yang berlubang-lubang, terputus, dan meloncat-loncat mengungkapkan kekosongan, kegelisahan dan ketidakmampuan pikiran penyair dalam mencari sang Hyang (Tuhan).
2.    Diksi
Diksi adalah kata-kata yang dipilih oleh pengarang dalam puisinya. Karena puisi adalah karya sastra yang dengan sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, kata-katany harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata dalam puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Pilihan kata sangat mempengaruhi ketepatan makna dan keselarasan dalam bunyi.
Pemilihan kata juga berhubungan erat dengan latar belakang penyair. Semakin luas wawasan penyair, semakin dan berbobot kata-kata yang digunakan. Kata dalam puisi tidak hanya sekedar kata-kata yang dihafalkan, tetapi sudah mengandung pandangan pengarang. Penyair yang religious akan menggunakan kosa kata yang berbeda dengan penyair yang sosialis
Menurut Geoffrey ada Sembilan jenis penyimpangan puisi yang terdapat dalam puisi yaitu:
a.    Penyimpangan leksikal
b.    Penyimpangan semantic
c.    Penyimpangan fonologis
d.    Penyimpangan morfologis
e.    Penyimpangan sintaksis
f.      Penyimpangan dialek
g.    Penyimpangan register
h.    Penyimpangan historis
i.      Penyimpangan grafologis 
3.    Imaji
Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga yaitu: imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual) dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar dan merasakan seperti yang dialami oleh penyair. Imaji berhubungan erat dengan kata kongrit.
4.    Kata konkret
Seperti yang diungkapkan diatas bahwa kat konkret berhubungan dengan imaji. Kata-kata konkret adalah kata-kata yng dapat ditangkap oleh indra. Dengan kata konkret maka imaji dapat muncul.
5.    Figurative language (majas)
Majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Majas menjadikan puisi lebih prismatic, artinya memancarkan banyak makna. Perrine menyatakan bahwa majas dipandang lebih dipandang efektif dalam menyatakan maksud sang penyair karena: 1. Majas mampu menimbulkan kesenangan imajinatif. 2. Majas adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca. 3. Majas adlah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair. 4. Majas adalah cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatuyang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Adapun macam-macam majas yakni majas personifikasi, simile, metafora, hiperbola, litotes, ironi, metonimia, sinekdoke, eufimisme, repetisi, anaphora, pleonasma, antithesis, alusi, klimaks, dan antiklimaks.
6.    Verifikasi (Rima, ritme, dan metrum)
Verifikasi dalam puisi terdiri dari rima, ritme dan metrum.
·         Rima
Sajak adalah persamaan bunyi pada akhir baris puisi, sedangkan rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik diawal, tengah,maupun akhir puisi. Adapun rima mencakup:
*       Onomatope. Onomatope adalah tiruan terhadap bunyi. Dalam puisi bunyi-bunyi memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan oleh penyair. Berkaitan dengan vocal, perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang menunjukkan kegembiraan serta keceriaan dalam dunia puisi disebut euphony yakni bunyi i, e dan a. bunyi-bunyi yang berat menekan menyeramkan, mengerikan, seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu disebut dengan cacophony, yakni bunyi o, u, e dan au.
*       Bentuk intern pola bunyi
Yang dimaksud dengan bentuk internal disini adalah aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi atau kata,dan sebagainya.
*       Pengulangan kata atau ungkapan
Pengulangan tidak hanya terbatas pada bunyi, namun mungkin kata-kata atau ungkapan. Pengulangan bunyi, kata dan frasa akan menimbulkan efek intelektual dan efek magis yang murni.
·         Ritma dan metrum
Ritma merupakan tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol jika puisi dibacakan. Ada ahli yang menyatakan ritma sama dengan metrum. Dalam deklamasi, biasanya puisi diberi (‘) pada suku kata bertekanan keras, dan (u) diatas suku kata yang bertekanan lemah. Dari variasi keras lemah tersebut, dapat dibedakan ada 4 jenis metrum yaitu:
©       Jambe. ialah tekanan bervariasi; ada yang diberi tekanan ada yang tidak.
©       Tracheus. Tekanan keras terdapat pada suku pertama.
©       Daktylus. Tekanan terdapat pada awal baris, dan selanjutnya diselingi duan suku kata tidak bertekanan.
©       Anapest. Tekanan dimulai pada suku kata ketiga dan pada awal suku kata
tidak bertekanan.

*       Struktur batin puisi
Adapun struktur batin puisi terdiri dari empat elemen yakni:
1.    Tema atau makna
Media puisi adalah bahasa
2.    Rasa
3.    Nada, amanat atau tujuan

Malang, 18 Mei 2012
Sumber: Pengkajian Puisi oleh Rachmat Djoko Pradopo, Gadjah Mada University Press.
Posted by: Qoriatul Mahfudhoh Qoffal

1 komentar: